Artikel ini diambil dari kisahnyata Grup Facebook Menanti Mentari. Menggambarkan kisah seorang perempuan yang menghadapi kenyataan bahwa suaminya meninggal karena Prilaku seksual yang menyimpang, mencari kekuatan di tengah-tengah kehilangan suaminya akibat HIV/AIDS. Dalam perjalanan ini, pembaca akan diajak merenung, bagaimana menghadapi kenyataan yang sulit dengan kepala tegak.
Hampir 7 tahun menikah baru ketahuan hari selasa kemarin kalau almarhum suami terinfeksi HIV tapi hasil lab pertama darahku Alhamdulillah NR (Non Reaktif) –menandakan bahwa anda pada saat ini anda tidak mengalami penyakit AIDS.- Mudah-mudahan cek kedua di bulan maret nanti hasil tetap NR.
Suamiku baik, rajin ibadah, lembut dan penyayang anak istri. Hanya saja terjerumus ke lingkungan setan SSA (Same Sex Attraction/ ketertarikan ke sesama jenis) saat beliau masih bujang.
Hari kamis kemarin beliau menghembuskan nafas terakhir setelah di rawat di rs selama 6 hari dengan HIV Aids stadium 3+tumor otak.
Sebelum beliau meninggal beliau mengakui kalau sudah gonta ganti pasangan dan melakukan anal seks. Yaa Allah mendidih rasanya darahku ini .
Aku sudah berusaha memaafkan, mengubur dalam-dalam rasa benci, kecewa dan marah dengan beliau meskipun sulit juga rasanya.
Sedih rasanya lihat anak-anaknya tanpa sosok ayah. Bukan rezeki yang aku khawatirkan, tapi di sini mereka kehilangan “sosok”. Apalagi lihat bayi laki-lakiku . Yaa Allah nak….