Jati Diri

Kisah Si A ( Laki- laki )

Simak kisahnya

*saya membagikan cerita ini untuk jadi pelajaran. Mohon maaf, jika ada kata – kata yang tidak sopan.

Si A lahir dari keluarga biasa seperti umumnya manusia (memang begitu kan, hehehe), hidupnya jauh dari kota. Ayahnya bekerja pagi sampai sore, ibunya seorang ibu rumah tangga kegiatannya masak, beres – beres rumah, kadang ke kebun. Sifat ayah dan ibu memang agak pendiam.

Baiklah cerita ini dimulai saat si A mulai bisa mengingat secara sadar, mungkin usia 4 – 5 tahun, saat usianya segitu, selidikilah karakter bermainnya. Teman sepermainannya kebanyakan perempuan, di saat anak laki – laki seusianya termasuk saudara laki – lakinya memilih bermain dengan anak laki – laki juga.

Permainan yang dimainkan si A apalagi kalau bukan boneka-bonekaan, main lompat tali karet, juga masak – masakan. Hapus saja dari bayangan kamusnya dia bermain kelereng, layangan, menjahili anak perempuan sampai menangis (yang ada malah dia yang dijahili sampai menangis), jangan harap ada main gasing. Kalaupun main bola bersama laki – laki cuma sekadar ikut tanpa dijiwai. Pernah suatu ketika tetangganya, seorang remaja laki – laki usia SMP atau SMA mengajak si A ke kamar dan mojok untuk dipaksa berbuat hal yang tidak senonoh. Ini pengalaman seksual pertama baginya.

Tibalah si A memasuki usia SD. Teman permainannya masih sama yang terdekat adalah teman perempuan. Sering dilihatnya teman laki – laki mengganggu teman perempuan ataupun teman laki – laki mengganggu teman laki – laki juga, hatinya cuma miris, tidak mampu mencegah. Ada perasaan benci kepada laki – laki.

Saat kelas 2 – 6 SD sering jadi target bully kakak kelas, kadang teman sekelas. Bully-nya berupa dielus – elus kulitnya karena kulitnya halus seperti perempuan. Atau diambil topinya (kebetulan si A kecil sangat suka dengan topi sehingga sering pakai topi ke mana – mana). Dia sebenarnya ingin sekali ikut bermain dengan anak – anak lelaki lain, teman – teman laki – laki biasanya main voli, main bola sepak saat istirahat sekolah, namun hanya ragu dan malu yang ada, yang membuatnya mengurungkan keinginannya.

Aneh, ingin tapi malu. Ataukah malu tapi ingin, bingung. Di SD, ada seorang guru laki – laki tegas namun baik dan tegap yang menjadi idola si A. Prestasi si A di SD cenderung bagus dan beberapa kali sering jadi wakil untuk mengikuti lomba antar sekolah. Ketertarikan pada lelaki sepertinya terjadi saat kelas 6. Saat itu dia menemukan iklan underwear pria dengan model pria pada sebuah majalah. Semua berjalan begitu saja, si A belum sadar dirinya ‘berbeda’.

Saat di SMP, pergaulannya agak imbang antara teman laki – laki dan perempuan, namun di sini mulai menunjukkan kecenderungan untuk menjauhi pergaulan, minder. Si A lebih nyambung kalau diajak ngobrol gosip artis daripada kabar sepakbola. Sikap egois sebagai laki – lakinya agak nampak mungkin karena lonjokan hormon remaja. Namun lagi – lagi bisa dibilang dia gagal melalui masa awal pubertas.

Walau bisa dikatakan prestasi akademik bagus, ikut beberapa organisasi siswa, dan satu kali ikut lomba antar sekolah, namun untuk pergaulan payah, jarang berkomunikasi di kelas, bel pulang sekolah ya langsung pulang ke rumah tidak ada pikiran untuk nongkrong atau jalan – jalan bareng teman, dipikir – pikir sih dia begitu karena tidak ada yang mengarahkan perkembangan sosialnya.

Lalu bagaimana dengan pengalaman seksualnya? Pengalaman seksual hanya sebatas membayangkan lelaki telanjang, bacaan seks, berulangkali melihat gambar iklan model underwear pria yang berhasil dia gunting dan disimpan di tempat tersembunyi. Menggambar tubuh lelaki, kadang ngintip lelaki mandi. Aktivitas lainnya dia mulai mengenal onani dan hampir tiap hari dilakukannya. Yang agak aneh, si A nyaman bergaul dengan temannya yang kemayu namun pernah saat tidur bareng, teman kemayunya tersebut menggerayangi si A, malah si A merasa jijik. Pikir si A, ia tertariknya dengan lelaki macho bukan kepada yang kemayu begitu.

Ngomong-ngomong, apakah si A ada hasrat kepada perempuan? Ada. Waktu itu di SMP ada teman perempuannya yang cantik, pintar, dan pandai menyanyi. Langsung jadi idolanya dan itu jatuh cinta pertamanya kepada perempuan. Namun tidak pernah sekalipun terucap kata cinta, lagi – lagi karena si A adalah pemalu.

Usia SMA, prestasi masih sepuluh besar di kelas, namun untuk lomba antar sekolah tidak ada yang diikuti, minder-nya makin parah. Organisasi yang dikuti cuma dua macam, rohis dan satu lagi. Untuk rohis bisa dibilang panggilan hati, namun kadang jadi tameng untuk menutupi keminderannya kepada perempuan dan ketidaktertarikannya kepada mereka. Anggota rohis yang ‘agak doyan’ perempuan justru ‘diceramahi’, wah pikir si A, “saya sih aman”.

Sampai usia SMA ini dia belum sadar akan kelainan orientasi seksualnya, dia belum mengenal istilah homoseksual, namun kejadian demi kejadian yang berulang terus menguatkan ketertarikannya pada laki – laki. Dia mulai mengamati, di SMA banyak teman, kakak kelas, dan adik kelas yang ganteng. Kalau berpapasan selalu ada rasa ‘ser,,,ser’ di dada, sampai kadang refleks menelan ludah. Mengapa begitu ya?

Lulus SMA, masuk perguruan tinggi. Selama kuliah walaupun tidak berprestasi maksimal, namun termasuk bagus skor IPK-nya. Di tingkat satu, ada berita santer bahwa seorang mahasiswa homoseksual terang – terangan mengaku menyukai dosennya. Glek, kok bisa seberani itu. Itu kan seperti hasrat si A namun si A tidak akan seberani itu. Mulailah timbul rasa penasaran mencari berita dari internet tentang kelainan orientasi seksual, memangnya ada ya lelaki homoseksual selain si A.

Akses internet mulai dikenal si A, disela mengerjakan tugas kuliah seringkali dia menjelajah situs porno pria dan melihat gambar xxx (tdk perlu dijelaskan). Bahkan sering lupa waktu, tugas belum kelar, eh biaya rental warnet malah tersedot untuk kebiasaan jelek ini. Belum ada teman – temannya yang tahu akan kebiasaan jeleknya ini, setidaknya tidak ada yang diberitahu, karena si A adalah tipe penyendiri dan tidak berani bergaul.

Yang makin parah saat tinggal serumah dengan mahasiswa laki – laki beberapa orang, dia mulai berani bergerilya saat temannya terlelap tidur. Dilakukannya tes kebiasaan tidurnya dan sepulas apa tidurnya. Dengan alasan ingin tidur bareng satu ranjang, nantinya saat temannya terlelap tangannya berani pegang – pegang bagian tubuh temannya. Di lain waktu, teman lainnya jadi target berikutnya. Kadang saat naik motor berboncengan, si A duduk di jok belakang, dirapatkan tubuhnya serapat – rapatnya (modus). Kalau ditanya, ” Saya sedang kedinginan”.

Sering juga terpikir mencari perkumpulan mahasiswa homo (himaho) tapi tidak ketemu (alhamdulillah masih diselamatkan, kalau masuk perkumpulan tersebut mungkin si A akan terjerumus lebih jauh). Di masa kuliah, si A mulai ikut bermain sepakbola walau cuma sebatas permainan senggang, pernah ikut naik gunung juga. Ada hasrat untku menjadi model, dengan tampilan kurus mungkin cocoknya jadi model androgini (model lelaki tapi berpenampilan perempuan,,, glek wakwaw), tapi tidak kesampaian, lagi – lagi karena pemalu / ragu – ragu dan alhamdulillah sekarang sih berpikir kalau jadi model beneran nanti pergaulan bakal parah.

Lulus kuliah, bekerja. Di masa – masa bekerja makin parah. Pokoknya secara tampilan luar, si A adalah pemalu dan canggungan orangnya. Tetapi di malam hari, bergerilya mencari ‘mangsa’ pemuas nafsunya. Korbannya teman – teman satu kontrakan. Seperti sebelumnya yang dilakukan pertama adalah tes keterlelapan tidur, kalau tidak gampang bangun, ini nih ketemu target. Yang dilakukannya, mulai dari menggerayangi, melorotin celana, menatap dan perbuatan tidak senonoh kepada teman, menindih tubuh, ngintip mandi, tapi tidak sampai melakukan anal seks. Parah kalau anal seks bisa ketahuan, berabe pikir si A.

Akses situs dan gambar pria dewasa di internet jangan ditanya lagi, itu pun sudah parah, hampir tiap malam. Akhirnya tidak sadar umur makin tua, saudara – saudara sudah menikah, sedangkan si A pacar (target) pun belum ada. Sempat di awal kerja diperkenalkan dengan perempuan namun dengan alasan kota berjauhan si A tolak secara halus. Ada juga gadis lain yang coba mendekati, lagi – lagi dijauhi. Teman – teman sering menawarkan untuk memperkenalkan teman perempuannya, namun si A sepertinya hilang hasrat kepada perempuan.

Ragu, bingung, antara ingin tapi sepertinya tidak akan mampu mencintai, takut perempuan tersebut kecewa menemukan lelakinya punya kelainan orientasi seksual. Ada juga gebetan dua orang, yang satu tidak pernah tahu bahwa si A suka dia, akhirnya menikah duluan kalau tidak salah tahun 2012 (nyesek dah), lalu yang satu lagi tahun 2014 dengan membulatkan keberanian akhirnya si A mengungkapkan kesukaannya dan melamarnya, tapi jawabannya, “kita teman tapi belum saling mengenal jauh karena sebelumnya sudah pernah loss kontak lagipula sudah ada laki – laki yang melamar”, (jeb,,, dada si A serasa dipukul keras).

Di tahun 2014 tersebut si A mulai bertanya – tanya tentang jati diri, sifat dan karakter dirinya sendiri. Mengapa si A pemalu, canggungan, dan mengapa punya kelainan orientasi seksual. Pernah ada keinginan kuat untuk hipnoterapi dengan biaya Rp 1,5 juta dua kali pertemuan. Teman ada yang bilang, hipnoterapi hanya berefek sesaat, yang penting adalah keinginan untuk berubah dari diri sendiri dan diusahakan berada di lingkungan yang kondisinya mendukung untuk berubah. Nasehatnya lagi, jangan menyalahkan orang tua karena mungkin cara didik orang tua dulu terkait dengan kesibukan mereka karena himpitan ekonomi. Sekarang diri kita yang jadi agen perubahan, suatu saat jika punya anak, didiklah dengan cara yang baik.

Di saat pencarian jati diri itu, si A menemukan situs tentang homoseksual tapi isinya membimbing untuk keluar dari ketidaknyamanan orientasi seksual. Si A akhirnya mengontak pengelolanya (Bang Sinyo Egie) dan berkonsultasi.

Waktu pertama konsultasi umur si A 29 tahun, si A bercerita kondisi saat itu sekitar 80% suka pria, dan 20% suka wanita. Namun kesukaan kepada wanita hanya sebatas suka penampilannya, suka kelembutannya, tapi tidak ada gejolak seksual. Sampai beberapa lama setelah konsultasi, mulai ada perubahan pandangan dan cara berpikir tentang orientasi seksualnya. Emosi dan hasrat sesaat bisa dikendalikan dan akhirnya si A bisa memiliki hasrat kepada perempuan, calon istrinya dan menikahlah mereka.

Dari cerita ini, si A dikategorikan murni homoseksual ataukah biseksual? Sepertinya biseksual, namun karena sekian lama hasrat kepada perempuannya tidak tersalurkan akhirnya tenggelam oleh hasratnya kepada lelaki. Dengan cara pikir yang tepat, hasrat kepada perempuan bisa dibangkitkan lagi dan harus terus dijaga. Karena berulangkali hasrat kepada lelaki sering timbul manakala melihat lelaki ganteng dan tegap. Astaghfirullah, di situlah perjuangannya.

Semoga ALLAH menjadikan kita semua istiqomah di jalan-Nya. Dan semoga cerita ini bermanfaat. Saat ini si A mencintai istri dan istri mencintainya. Yang perlu diresapkan ke dalam hati adalah jagalah anugerah sekecil apapun yang telah ALLAH berikan, jangan mau dijerumuskan setan dan nafsu, tumbuhkan terus cinta kepada istri dan kepada kebaikan.

Si A, Mei 2015

*Update 23 Januari 2018:
2 bulan setelah menikah akhirnya saya cerita ke istri bahwa saya SSA. Istri kaget namun alhamdulillah tetap menerima saya utuh dan jarang mengungkit SSA saya.

Salam Peduli Sahabat

Sumber kisah : https://web.facebook.com/groups/pedulisahabat2014

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *