
Sebuah pemahaman yang mungkin masih banyak orang belum mengetahuinya. Hal yang berkembang ditengah kita saat ini adalah bahwa ketika ada orang, teman, atau saudara yang mungkin memiliki kelainan dalam orientasi sesksualnya atau SSA maka pasti akan langsung dicap L*BT, padahal tak jarang banyak dari mereka yang mengalami SSA sedang berjuang untuk menuju fitrahnya kembali karena mereka sadar ini adalah sebuah kelainan yang harus segera disembuhkan. Dan kita tidak bisa langsung mencap orang dengan SSA sebagai L*BT tanpa dasar, ada sebab dan indikasinya, tidak semua orang dengan SSA bisa disebut L*BT.
Seperti apa yang terjadi pada pemuda ini yang berusaha untuk keluar dan ingin sembuh dari SSA, semangat dan perjuangannya tidak menghianatinya, akhirnya bisa menjalani kehidupan sesuai dengan fitrahnya dan bisa membina rumah tangga.
Simak kisahnya
Kamu Bukan G*y
Pemuda berusia sekitar 30 tahunan di hadapanku menangis sesegukan, sesekali dia menengok ke kiri atau belakang merasa ketakutan jika ada yang mendengar pembicaraan kami di dalam sebuah masjid.
Dia jauh-jauh datang dari luar kota selama 12 jam menggunakan mobil pribadi sekadar untuk menemuiku, berkonsultasi karena sepekan lagi dia akan menikahi seorang gadis. Lelaki ini belum resmi menjadi klien Peduli Sahabat (PS) dan kemungkinan tidak akan sempat mengikuti pendampingan secara normal.
“Ada apa kak?” sapaku kepadanya sebagai basa-basi pembuka, aku sebenarnya sudah tahu apa yang dia keluhkan lewat chat Whatsapp (WA).
Pemuda gagah itu kemudian bercerita kalau dirinya mempunyai orientasi homoseksual atau SSA (same sex attraction), rasanya bingung dan merasa berdosa. Selama ini sudah berusaha mengubahnya namun selalu gagal padahal sebentar lagi akan menikah, bagaimana mungkin dirinya akan menafkahi batin sang istri sementara dia tidak tertarik secara hasrat seks. Dia ingin menjadi orang baik yang mengikuti peraturan negara, norma masyarakat, dan agama.
Kugali info-info lain dulu sebelum penjelasan soal pendampingan di PS, apakah pernah jatuh cinta sesama jenis, apakah pernah melakukan seks sesama jenis, dan lainnya. Hal ini perlu kuketahui karena kalau sampai dia pernah berhubungan seks sesama jenis bahkan yang paling ringan sekalipun hanya ciuman maka akan saya minta untuk periksa HIV untuk berjaga-jaga karena bisa menular lewat anal, v*gin*, dan mulut (jika ada luka terbuka). Alhamdulillah dia belum pernah mengalami hal-hal yang saya tanyakan.
Kujelaskan pelan-pelan dengan bahasa yang ringan kepadanya,
“Kak, orientasi seks apapun kalau dalam Islam, sesuai yang PS pahami,
adalah bisikan hati (hadiitsun nafs). Bisikan hati ini bisa salah atau
benar tapi tidak ada hubungannya dengan berpahala atau dosa. Orientasi
seks non-heteroseskual termasuk homoseksual atau SSA memang salah karena
tidak sesuai dengan fitrah namun belum bisa dihitung berdosa karena
bisikan itu di luar kehendak kita. Tidak ada manusia yang bisa
mengendalikan bisikan hati sehingga tentu belum ada beban di sana.
Jangankan bisikan hati, tindakanpun kalau di luar beban manusia walau
salah akan dimaafkan, contohnya kakak makan saat puasa, ya itu salah
tapi tidak akan berdosa kalau kakak makan karena ‘lupa’ bahwa saat itu
sedang berpuasa.
Manusia bisa mulai jatuh ke dalam dosa saat bisikan
hati tadi berubah menjadi keinginan/angan-angan (al hamm), niat, dan
tekad (‘azimah) misalnya.
Dari bisikan hati bisa langsung berubah
menjadi niat bahkan tekad tanpa melalui angan-angan atau keinginan. Di
tahap keinginan/angan-angan, niat, dan tekad nanti ulama membaginya lagi
menjadi beberapa tingkatan, salah satunya kalau berniat bahkan bertekad
jahat dan dibatalkan karena Allah maka bisa berpahala. Intinya saat
manusia mulai bisa mengendalikan dan memilih benar dan salah maka di
sanalah baru dihitung berpahala atau berdosa dengan berbagai tingkatan.”
Kuhela napas sejenak, laki-laki itu mulai sedikit tenang tidak meneteskan air mata lagi, kulanjutkan penjelasanku kepadanya,
“Jadi kakak ini adalah orang non-heteroseksual yang belum melakukan
tindakan seks sesama jenis. Kutukan Allah dan Rasulullah adalah pada
tindakan (keji) seks sesama jenisnya.
kakak juga bukan kaum g*y
(L*BT) karena L*BT adalah identitas seksual non-heteroseksual, selalu
berkaitan dengan tiga hal yaitu UU/peratutan pemerintah (PP
kerajaan/negara), norma masyarakat setempat, dan dogma/kepercayaan
masing-masing individu.
L*BT bukan sekedar orientasi seks, tindakan
seks, dan lainnya namun secara keselurhan hidupnya baik secara UU/PP,
norma masyarakat, dan kepercayaan pribadinya.
Contoh, ada laki-laki
homoseksual (SSA), dia ingin diakui secara UU/PP, diakui norma
masyarakat, dan kepercayaan pribadinya sebagai sesuatu yang normal, nah
itu dia baru disebut g*y, kalau kakak kan tidak ingin seperti itu
buktinya masih ingin menikah dengan lawan jenis dan punya anak dari
pasangan perempuan sahnya baik secara UU/PP, norma masyarakat Indonesia,
dan agama kakak maka kakak bukan g*y namun laki-laki yang mempunyai
orientasi homoseksual atau SSA”
Pemuda mengangguk pelan dan mulai memahami siapa dirinya sebenarnya. Kami kemudian membahas tentang apa saja isi bertahap pendampingan di Peduli Sahabat sekaligus membahas tentang malam pertama termasuk perbedaan laki-laki dan perempuan.
Kemarin dia mengirim pesan di bawah ini (lihat gambar), sesuatu yang sudah biasa bagi kami pendamping PS namun untuk si pemuda tadi seperti oase jernih di tengah padang pasir yang begitu menyegarkan hidupnya.
Mohon doanya bagi klien-klien kami agar beliau menjadi manusia yang selalu mengikuti fitrah yang telah ditentukan Allah, meredam bisikan jahat dalam hati yang datangnya dari siapa lagi kalau bukan Iblis laknatullah.
Citayam, Senin 08 April 2019

Semoga semakin banyak orang dengan SSA yang mendapat pertolongan, petunjuk, dan hidayah dari ALLAH agar kembali menjadi manusia yang sesuai dengan fitrahnya yang telah ditetapkan ALLAH.
Salam Peduli Sahabat